Langsung ke konten utama

KONSELING SFBT


A.    Nama Pendekatan
Konseling Berfokus Solusi biasanya dikenal dengan nama (SFBT). SFBT merupakan salah satu pendekatan konseling dan psikoterapi yang dipengaruhi oleh pemikiran postmodern. Dalam beberapa literatur pendekatan SFBT juga disebut sebagai Terapi Konstruktivis (Constructivist Therapy), ada pula yang menyebutnya dengan Terapi Berfokus Solusi (Solution Focused Therapy), selain itu juga disebut Konseling Singkat Berfokus Solusi (Solution Focused Brief Counseling) dari semua sebutan untuk SFBT sejatinya semuanya merupakan pendekatan yang didasari oleh filosofi postmodern sebagai landasan konseptual pendekatan-pendekatan tersebut.
Pada tahun 1980-an dan 1990-an, Steve de Shazer, Insoo Kim Berg, Bill O'Hanlon, dan Michele Weiner-Davis juga memberikan kontribusi penting untuk SFBT. Namun Solution Focused Brief Therapy (SFBT) pertama kali dipelopori oleh Insoo Kim Berg dan Steve de Shazer. Keduanya adalah direktur eksekutif dan peneliti senior di lembaga nirlaba yang disebut Brief Family Therapy Center (BFTC) di Milwaukee, Wisconsin, Amerika Serikat pada akhir tahun 1982.

B.     Sejarah Perkembangan
Banyak tokoh yang memberikan konstribusi terhadap perkembangan SFBT sejak tahun 1970an seperti  Steve de Shazer, Bill O'Hanlon, Michele Weiner-Davis, dan Insoo Kim Berg. Pertama kali tulisan tentang brief therapy ada pada tahun 1970an dan awal 1980an dan yang memberikan konstribusi penting adalah Richard Fisch, John Weakland, Paul Watzlawick, dan Gregory Bateson yang bekerja pada Mental Research Institute di Palo Alto, California (Fisch, Weakland, & R Segal, 1982 dalam Seligman, L. 2006).
Pendekatan SFBT mengikuti aliran konstruksionis, karena mendasarkan teori pengetahuan konstruksionis. Banyak pendekatan-pendekatan konseling lain juga memberikan konstribusi penting terhadap SFBT seperti Brief psychodynamic psychotherapy, Behavioral dan terapi cognitive-behavioral, single session Therapy serta Family therapy. Pendekatan-pendekatan ini lebih memfokuskan bagaimana masalah klien bisa diatasi dan kurang memperhatikan sejarah masa lalu klien.
Secara filosofis, pendekatan SFBT didasari oleh suatu pandangan bahwa sejatinya kebenaran dan realitas bukanlah suatu yang bersifat absolut namun realitas dan kebenaran itu dapat dikonstruksikan. Pada dasarnya semua pengetahuan bersifat relatif karena ia selalu ditentukan oleh konstruk, budaya, bahasa atau teori yang kita terapkan pada suatu fenomena tertentu. Dengan demikian, realitas dan kebenaran yang dibangun/dikontruksikan adalah hasil dari budaya dan bahasa individu. Konstruktivisme sosial menyatakan bahwa tak seorang pun atau pandangan apapun yang bisa mengklaim lebih benar dari pada yang lain. Terapis tidak punya akses pada kebenaran yang tersembunyi yang dibantah klien. Dalam terapi, kedua belah pihak, baik konselor maupun klien bisa mengeksplorasi makna yang ekstensif terkait dengan pengalaman klien, dalam rangka mencapai pemahaman yang membantu klien menangani masalahnya.
Apa yang dikemukakan tersebut merupakan beberapa pandangan yang dilontarkan oleh para penganut konstruktivisme sosial yang mengembangkan paradigmanya berdasarkan filosofis postmodern. Pemikiran postmodern tersebut memberikan dampak terhadap perkembangan teori konseling dan psikoterapi serta mempengaruhi praktik konseling dan psikoterapi kontemporer.
SFBT dapat diaplikasikan ke berbagai jenis masalah, baik dalam konteks sekolah, praktek pribadi, serta berbagai jenis klien mulai dari anak-anak, remaja, pasangan, keluarga hingga kasus individual orang dewasa. Pada perkembangannya kemudian, dengan mempertimbangkan kebutuhan klien akan adanya penanganan yang menyeluruh dalam kurun waktu singkat hingga tekanan biaya, teknik SFBT juga mampu diaplikasikan dalam kurun waktu yang pendek. SFBT bukan sekedar mengandalkan durasi singkat, namun lebih kepada efektifitas treatmen yang diberikan, karena tidak membahas mengenai sejarah dan latar belakang munculnya masalah serta prinsip dasar bahwa solusi atau tujuan yang ingin dicapai diperoleh sudah dimiliki oleh individu.

C.    Hakikat Manusia
Prinsip dasar dari terapi singkat berfokus solusi sebagai berikut:
1.      Manusia pada dasarnya sehat, memiliki kekuatan atau kelebihan
Insoo Kim Berg dan Steve de Shazer mengatakan bahwa kekuatan-kekuatan tersebut aktif dalam membantu klien/manusia menangani situasi mereka. Masalahnya bukan pada klien tidak dapat menyelesaikan masalahnya tanpa pelatihan tambahan atau kepatuhan terhadap pandangan/nasihat konselor tentang masalah tersebut. Melainkan kekuatan yang melekat pada merekalah yang pada akhirnya akan mereka gunakan dalam memecahkan masalah.
2.      Manusia memiliki kemampuan (kompetensi)
SFBT percaya bahwa individu pada dasarnya memiliki kemampuan untuk bertingkah laku secara efektif dalam menyelesaikan masalahnya, hanya saja selama ini kemampuan tersebut tertutupi oleh adanya anggapan negatif. Individu diarahkan untuk lebih memperhatikan kelebihan-kelebihan yang ia miliki agar tidak terokupasi oleh kegagalan yang dialaminya.
3.      Manusia memiliki keberdayaan (kapasitas) untuk membangun (mengkontruksi) solusi
TBS hanya menaruh sedikit perhatian pada akar penyebab problem yang dihadapi klien. Hal ini tentunya berbeda dengan budaya ilmiah yang berasumsi bahwa harus ada hubungan antara masalah dan solusinya; solusi seharusnya sesuai dengan masalahnya; jika masalahnya kompleks dan sudah berlangsung lama, maka proses terapi menjadi lama sebelum ditemukan solusinya (O’Connell, 2011). Oleh sebab itu de Shazer, dkk. (1985) mendeskripsikan prinsip yang mendasari TBS yaitu memanfaatkan apa yang dimiliki klien untuk membantu mereka memenuhi kebutuhan mereka, sehingga membuat hidup mereka memperoleh kepuasan diri.
4.      Manusia tidak terpaku pada masalah tetapi berfokus pada solusi
Pandangan terhadap manusia bahwa setiap individu kompeten mengatasi problem-problem yang dihadapinya temasuk di dalamnya mampu membuat rencana masa depannya. “Solusi” adalah kata kunci menggantikan kata “problem” atau “masalah”. Manusia dalam berkehidupan tidak perlu terpaku pada masalah, namun perlu berfokus pada solusi.
DeShazer (1998) mengatakan bahwa untuk menyelesaikan suatu problem, kita tidak seharusnya mengetahui penyebabnya terlebih dahulu. Berfokus Solusi tidak berfokus pada pemahaman masalah sebagai cara untuk berubah, tetapi lebih berfokus pada pemahaman yang lebih banyak pada bagaimana ke depan melakukan perubahan yang lebih baik.
5.      Perubahan terjadi sepanjang waktu
Perubahan yang terjadi melalui pendekatan SFBT akan bersifat konstan, sehingga dalam menyelesaikan masalah, yang harus digali adalah solusi-solusi yang dapat diwujudkan serta kompetensi-kompetensi dari individu tersebut, bukan lagi seputar masa lalu yang menjadi pemicu munculnya masalah (Carlson, 2005). Dengan mengubah cara pandang ke arah solusi, terapi ini akan membangun nuansa terapi yang lebih positif, penuh dengan harapan dan berfokus ke masa depan (Nichols, 2010).
6.      Manusia tidak bisa mengubah masa lalunya
SFBT didasarkan pada prinsip yang berfokus pada kekuatan, perkecualian dari problem, tujuan masa depan, bukan pada problem dan perilaku defisit (Rees, 2003). SFBT merupakan pendekatan konstruktivis yang mendasarkan pada premis bahwa individu membuat realitas diri mereka sendiri (Delvin, 2006) berdasarkan pada pengalaman sejarah pribadi selama bernteraksi didalam budaya dimana mereka tinggal.

D.    Perkembangan Perilaku
1.      Struktur Kepribadian
Struktur kepribadian manusia berdasarkan teori SFBC adalah sebagai berikut:
a.       SFBC tidak menggunakan teori kepribadian dan psikopatologi yang ada saat ini
b.      Konselor tidak bisa memahami secara pasti tentang penyebab masalah individu
c.       Konselor perlu tahu apa yang membuat orang memasuki masa depan yang lebih baik dan sehat, yaitu tujuan yang lebih baik dan sehat
d.      Individu tidak bisa mengubah masa lalu, tetapi bisa mengubah tujuannya
e.       Tujuan yang lebih baik dapat mengatasi masalah dan mengantarkan masa depan yang lebih produktif
f.       Konselor perlu mengetahui karakteristik tujuan konseling yang baik dan produktif, proses positif, saat ini, praktis, spesifik, kendali konseli dan bahasa konseli
g.      Sebagai ganti teori kepribadian dan psikopatologi, masalah dan masa lalu, SFBC berfokus pada saat ini yang dipandu oleh tujuan positif yang spesifik yang dibangun berdasarkan bahasa konseli dan dibawah kendalinya.
2.      Pribadi yang Sehat
a.       Manusia pada dasarnya kompeten, memiliki kapasitas untuk membangun, merancang/merekonstruksikan solusi-solusi sehingga mampu menyelesaikan masalahnya.
b.      Tidak berkutat pada masalah, tetapi fokus pada solusi dan bertindak mewujudkan solusi yang diinginkan
3.      Pribadi Bermasalah
a.       Mengkonstruk kelemahan diri. Dengan cara mengkonstruk cerita yang diberi label “masalah” dan meyakini bahwa ketidakbahagiaan berpangkal pada dirinya.
b.      Berkutat pada masalah dan merasa tidak mampu menggunakan solusi yang dibuatnya.

E.     Hakikat Konseling
Beberapa asumsi dasar dari SFBT menurut (Bertram, 2007) dan (Nichols 2010) antara lain:
1.      Perubahan bersifat konstan dan pasti terjadi
2.      Klien adalah satu-satunya orang yang paling ahli dalam mengatasi situasi sulit yang dialami dirinya sendiri
3.      Klien dianggap memiliki seluruh potensi positif di dalam dirinya untuk berubah dan hanya membutuhkan sedikit perubahan perspektif untuk menggali agar potensi tersebut muncul
4.      Orientasi ke masa depan, sementara masa lalu tidak lagi menjadi aspek yang esensial
5.      Setiap masalah memiliki pengecualian yang dapat diidentifikasi dan ditransformasikan menjadi solusi
6.      Hal-hal yang ingin diubah tergantung dari bagaimana individu tersebut berbicara mengenai situasi yang dihadapinya serta bahasa yang digunakan
7.      Masalah yang dialami oleh individu tidak dipandang sebagai sebuah bukti dari kegagalan mereka untuk mencapai suatu standar norma tertentu, melainkan sebuah siklus kehidupan yang normal. Asumsi yang bernada optimis ini adalah suatu bentuk komitmen dalam membantu meyakinkan individu bahwa mereka mampu membangun solusi guna memperbaiki kehidupan mereka.
Shazer dan Dollan (2007) juga menambanhkan 3 prinsip yang menjadi pedoman penerapan terapi dengan pendekatan SFBT. Ketiga prinsip tersebut adalah:
1.      Kalau tidak rusak, jangan diperbaiki, artinya solusi yang sudah terbukti berhasil tidak perlu diberi penanganan lagi untuk menjadikan lebih efektif. SFBT hanya berpegang teguh bahwa teori, model-model dan filosofis dalam intervensi tidak lagi relevan bila individu sudah mampu mengatasi masalahnya.
2.      Kalau berhasil, maka lakukan lebih banyak lagi, artinya jika individu sedang dalam proses untuk mengatasi masalah, peran terapis adalah memberikan semangat kepadanya untuk terus melakukan lebih banyak lagi solusi-solusi yang telah terbukti efektif. Dengan adanya kemampuan untuk mengidentifikasi solusi apa yang berhasil, maka efek keberhasilan akan berlangsung secara terus-menerus.
3.      Kalau tidak berhasil, lakukan hal yang berbeda, artinya seberapa bagus solusi tersebut dibangun, jika pada akhirnya tidak dapat efektif menyelesaikan masalah, maka hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai solusi. Pada saat itulah, gagasan baru ditawarkan kepada individu untuk diterapkan pada masalah yang sedang dihadapi.

F.     Kondisi Pengubahan
1.      Tujuan
Tujuan dari terapi singkat berfokus solusi sebagai berikut:
a.       Mengubah perilaku yang tidak sehat menjadi sehat
b.      Mengantarkan klien/manusia meraih kehidupan yang lebih sehat dan lebih bahagia baik masa kini maupun ke masa depan
c.       Membantu klien mengidentifikasi perubahan-perubahan yang diinginkan klien, terjadi di dalam kehidupan mereka dan terus terjadi
d.      Membantu klien membangun visi yang dipilih untuk masa depan mereka
e.       Membantu klien mengidentifikasi hal-hal yang baik untuk kehidupan mereka saat ini dan ke masa depan
f.       Membantu klien membawa kesuksesan sekecil apapun ke dalam kesadaran mereka
g.      Membantu klien untuk mengulang keberhasilan yang pernah mereka lakukan
h.      Pengubahan pandangan mengenai situasi atau kerangka berpikir, pengubahan cara menghadapi situasi problematik, dan merekam sumber-sumber dan kekuatan klien
i.        Adanya keterlibatan dalam pemberian bantuan klien untuk menerima pergantian bahasa dan penyikapan dari bicara tentang masalah ke bicara tentang solusi. Klien didorong untuk terlibat dalam perubahan atau bicara solusi daripada bicara masalah/problem, dengan asumsi bahwa apa yang kita katakan kebanyakan akan menjadi apa yang kita hasilkan. Bicara tentang masalah akan menghasilkan masalah berikutnya. Bicara tentang perubahan akan menghasilkan perubahan. Begitu individu/klien itu belajar berbicara dalam pengertian apa yang mereka mampu untuk lakukan secara baik, sumber-sumber dan kekuatan apa yang mereka punyai, dan apa yang mereka telah lakukan dan bisa terlaksana, mereka telah mencapai tujuan utama terapi.
2.      Sikap, Peran, dan Tugas Konselor
a.       Klien sepenuhnya mengambil bagian dalam proses terapeutik jika mereka berkeinginan untuk menentukan arah dan tujuan percakapan
b.      Terapis berusaha untuk menciptakan hubungan kolaboratif untuk membuka berbagai kemungkinan sekarang dan perubahan masa depan
c.       Terapis menciptakan iklim saling menghormati, dialog, pertanyaan, dan penegasan di mana klien bebas untuk menciptakan, mengeksplorasi, dan co-penulis cerita-cerita mereka yang berkembang
d.      Tugas utama terapeutik terdiri dari membantu klien membayangkan bagaimana mereka akan menyukai hal-hal yang berbeda dan apa yang diperlukan untuk membawa perubahan-perubahan ini
e.       Beberapa pertanyaan yang berguna dalam SFBT adalah;
Ø  “Apa yang Anda inginkan datang ke sini?”
Ø  “Bagaimana hal itu membuat perbedaan bagi Anda?” dan
Ø  “Apa yang menjadi tanda-tanda bagi Anda bahwa perubahan yang Anda inginkan terjadi?”
3.      Sikap, Peran, dan Tugas Konseli
Konseli mampu berkolaborasi dengan konselor, berpartisipasi secara aktif, mempunyai motivasi dan keterlibatannya dalam konseling.
4.       Situasi Hubungan
De Shazer (1988) menggambarkan jenis hubungan yang dapat dikembangkan antara terapis dan klien untuk membangun SFBT:
a)      Klien dan terapis secara bersama-sama mengidentifikasi masalah dan solusi.
b)       Klien menyadari bahwa untuk mencapai tujuannya, usaha pribadi akan diperlukan.
c)      Klien menggambarkan masalah tetapi tidak mampu berperan dalam membangun sebuah solusi. Dalam situasi ini, mantan klien umumnya respect pada terapis untuk mengubah orang lain kepada siapa klien mengatribusikan masalah.
d)     Konselor memposisikan dirinya pada posisi tidak tahu tentang klien bahwa klienlah yang ahli dalam kehidupannya sendiri.
e)      Konselor menggunakan teknik empati, summarization, parafrase, pertanyaan terbuka, dan keterampilan mendengarkan secara aktif untuk memahami situasi klien secara jelas dan spesifik.
G.    Mekanisme Pengubahan
1.      Tahap-Tahap Konseling
a)      Establishing rapport. Yaitu pembentukan hubungan baik agar proses konseling berjalan lancar seperti yang diharapkan. Agar tercipta iklim yang kolaboratif antara konselor dengan konseli.
b)       Identifying a solvable complaint. Yaitu mengidentifikasi keluhan-keluhan yang akan dipecahkan.
c)      Establishing goals atau menetapkan tujuan yang akan dicapai dalam proses konseling.
d)     Designing an intervention atau merancang intervensi
e)      Strategic task that promote change. Yaitu tugas tertentu yang diberikan oleh konselor untuk mendorong perubahan. Misalnya dengan meminta konseli untuk mengamati  dengan mengatakan: “antara sekarang dan waktu mendatang kita bertemu, saya meminta anda untuk mengamati, sehingga Anda dapat menggambarkan pada saya pada pertemuan mendatang, apa yang terjadi di kehidupan Anda yang Anda inginkan terjadi secara berkelanjutan”.  Penugasan tersebut mendorong konseli bahwa perubahan yang diinginkan pasti terjadi dan tidak terelakkan. Hal tersebut sangat penting dipahami sebelum mereka memulai merancang perubahan.
f)       Identifying & emphazing new behavior & changes. Yaitu mengidentifikasi dan menguatkan perilaku baru dan perubahan.
g)      Stabilization atau stabilisasi
h)      Termination. Pada tahap terminasi, ciri-ciri pertanyaan yang diajukan konselor untuk mengidentifikasi keberhasilan konseling yaitu: “apa hal berbeda yang diperlukan dalam hidup Anda yang dihasilkan dengan datang kemari sehingga Anda mengatakan bahwa pertemuan kita bermanfaat?”, dan “ketika masalah Anda teratasi, hal berbeda apa yang akan Anda lakukan?”.
2.      Teknik-Teknik Konseling
Teknik-teknik yang digunakan dalam SFBT memiliki 2 strategi dasar. Pertama membangun tujuan-tujuan yang sangat fokus dalam perspektif klien, serta yang kedua adalah menghasilkan solusi yang berlandaskan pengecualian (exception). Berikut teknik-teknik dalam penerapan SFBT, antara lain:
a)      Goal Setting: (penetapan tujuan) adalah teknik yang digunakan membantu klien menetapkan tujuan dan target-target yang hendak dicapai oleh peserta didik. Target dan tujuan tersebut dapat diamati, dapat diukur, dan dapat dihitung dalam kurun waktu tertentu.
b)      Exeption-Finding Questions: Pertanyaan tentang saat-saat dimana konseli bebas dari masalah. SFBT didasarkan pada gagasan dimana ada saat-saat dalam hidup konseli ketika masalah yang mereka identifikasi tidak bermasalah. Waktu tersebut disebut pengecualian dan disebut “news of difference”. Konselor SFBC mengajukan ask exeption question untuk menempatkan konseli pada waktu-waktu ketika tidak ada masalah, atau ketika masalah yang ada tidak kuat. Pengecualian merupakan pengalaman hidup konseli di masa lalu ketika dimungkinkan masalah tersebut masuk akal terjadi, tetapi entah bagaimana hal itu tidak terjadi. Dengan membantu konseli mengidentifikasi dan memeriksa pengecualian tersebut kemungkinan meningkatkan mereka dalam bekerja menuju solusi. Eksplorasi ini mengingatkan konseli bahwa masalah tidak selalu kuat dan ada selamanya; juga menyediakan kesempatan untuk meningkatkan sumberdaya, melibatkan kekuatan, dan  menempatkan solusi yang mungkin. Konselor menanyakan pada konseli apa yang harus dilakukan agar pengecualian ini lebih sering terjadi. Dalam istilah SFBC, hal ini disebut “change-talk”.
c)      Miracle Questions: Pertanyaan yang mengarahkan konseli berimajinasi apa yang akan terjadi jika suatu masalah dialami secara ajaib terselesaikan. Konselor menanyakan “jika suatu keajaiban terjadi dan masalah Anda terpecahkan dalam waktu semalam, bagaimana Anda tahu bahwa masalah tersebut terselesaikan, dan apa yang akan berbeda?”, Konseli kemudian terdorong untuk menegaskan apa yang mereka inginkan agar merasa lebih percaya diri dan aman, konselor bisa mengatakan: “biarkan dirimu berimajinasi bahwa kamu meninggalkan kantor hari ini dan kamu dalam rel untuk bertindak lebih percaya diri dan aman. Hal berbeda apa yang akan kamu lakukan?”. Mengubah hal yang dilakukan dan cara pandang terhadap masalah mengubah masalah tersebut. Meminta konseli untuk mempertimbangkan keajaiban tersebut dapat membuka celah kemungkinan di masa depan. Konseli didorong untuk mengikuti mimpinya sebagai cara dalam mengidentifikasi perubahan apa saja yang paling ingin mereka lihat. Pertanyaan ini memiliki fokus masa depan bahwa konseli dapat mulai mempertimbangkan hal yang berbeda dalam hidupnya yang tidak didominasi oleh masalah tertentu. Intervensi ini menggeser penekanan dari masa lalu dan masalah saat ini menuju kehidupan yang lebih memuaskan di masa depan.
d)     Scaling Questions: Pertanyaan yang meminta konseli menilai kondisi dirinya (masalah, pencapaian tujuan) berdasarkan skala 1-10. Konselor SFBC juga menggunakan teknik ini ketika mengubah pengalaman konseli yang tidak mudah diobservasi, seperti perasaan, keinginan atau komunikasi. Sebagai contoh, seorang perempuan mengatakan bahwa dia merasa panik atau cemas, bisa ditanyakan:” pada skala 0-10, dengan 0 adalah apa yang Anda rasakan ketika Anda pertama kali datang konseling dan 10 sebagai perasaan Anda hari ini setelah keajaiban terjadi dan masalah Anda teratasi, bagaimana Anda menyatakan  skala kecemasan Anda sekarang?”. Bahkan jika konseli hanya berkembang dari 0 ke 1, dia telah berkembang. Bagaimana dia melakukan itu? Apa yang dia perlukan untuk meningkatkan skala? Pertanyaan skala memungkinkan konseli untuk lebih memperhatikan apa yang mereka lakukan dan bagaimana mereka dapat mengambil langkah yang akan memandu perubahan yang mereka inginkan.
e)      Coping Questions: Pertanyaan yang meminta konseli mengemukakan pengalaman sukses dalam menangani masalah yang dihadapi.
f)       Compliments: Pesan tertulis yang dirancang untuk memuji konseli atas kelebihan, kemajuan, dan karakteristik positif bagi pencapaian tujuannya. 

H.    Hasil-Hasil Penelitian
Penerapan SFBT di sekolah telah tumbuh selama lebih dari 10 tahun terakhir dan terus menjadi wilayah yang menarik bagi para peneliti, pekerja sosial yang berbasis sekolah profesional. SFBT telah diterapkan di sekolah dengan sejumlah masalah, termasuk masalah perilaku dan emosional siswa, masalah akademik, dan keterampilan sosial (Kelly, Kim, dan Franklin C, 2008).
Tidak hanya pada setting pendidikan, kasus-kasus yang dialami individu di usia remaja pun juga bisa menggunakan pendekatan SFBT. O’Halloran (1999) memberikan 10 sesi intervensi pada individu yang mengalami anorexia nervosa. Sesi yang dijalani juga melibatkan anggota keluarga lain guna membantu menangani masalah yang dialami oleh individu tersebut, khususnya berkaitan dengan aspek intelegensi untuk membentuk sudut pandang baru tentang masalah yang ia alami.
I.       Kelebihan dan Kelemahan
1.      Kelebihan
a)      Berfokus pada solusi
b)      Fokus treatment pada hal yang spesifik dan jelas
c)      Penggunaan waktu yang efektif
d)     Berorientasi pada waktu sekarang (here and now)
e)      Bersifat fleksibel dan praktis dalam penggunaan teknik-teknik intervensi
2.      Kelemahan
a)      Pendekatan ini hampir tidak memperhatikan riwayat konseli
b)      Pendekatan ini kurang memfokuskan pencerahan
c)      Pendekatan  ini menggunakan tim, setidaknya beberapa praktisi, sehingga membuat perawatan ini mahal
d)     Terapi bertujuan tidak secara tuntas menyelesaikan masalah klien
e)      Keterbatasan waktu yang menjadi orientasi penggunaannya
f)       Dalam penerapannya menuntut keterampilan konselor dalam penggunaan bahasa
g)      Menggunakan teknik-teknik keterampilan berfikir (mind skills)

Sumber Rujukan

Bertram, B. (2007). Solution Focused Family Therapy: Dynamic of Marriage, Relationship and Family Systems. http://www.burbertram.com/teaching/familly/010-familly_system-solution-focused.pdf. Diunduh pada 12 November 2016. 
Carlson, J., Sperry, L., Lewis, J, A. (2005). Family Therapy Tecniques: Integrating and Tailoring Treatment. New York: Routledge.
Corey,Gerald. 2013. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Belmont, CA: Brooks/Cole.
deShazer, S. (1985). Key to Solution in Brief Therapy. New York: W.W. Norton and Company.
__________ (1988). Clues: Investigating Solutions in Brief Therapy. New York: W.W. Norton.
Devlin, M. (2006). Solution-Focused Work in Individual Academic Development. International Journal for Academic Development. 11(2): 101-110.
Jackson, Paul. & Mc. Kergow, Mark. 2007. The Solution Focus (Second Edition). London: Nicholas Brealey International.
Kelly, Michael. S. Kim, Johnnya. S. Franklin Cynthia. 2008. Solution-Focused Brief Therapy In Schools. Oxford: University Press.
Miller, D., & Kelley, M. (1994). The Use Of Goal Setting and Contingency Contracting For Improving Children's Homework Performance. Journal of Applied Behavioral Analysis, 27, 73-84.
Nichlos, M.P. (2010). Family Therapy: Concept and Methods(9th Ed). Boston: Pearson.
O’Connell, B. (2011). Terapi Berfokus Solusi dalam Konseling dan Psikoterapi (Palmer. Ed) (terjemahan oleh Haris H. Setiadjid, Cetakan 1). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
O’Halloran, M.S. (1999) Family Involvement in the Treatment of Anorexia Nervosa: A Solution-Focused Approach. The Family Journal: Counseling and Therapy For Couple and Families. Vol 7 No.4: 384-388. Sage Publications.
Prochaska J. O., & Norcross, J. C. 2007. System of Psychology. Columbus, Ohio: Person Merril Prentice Hall.
Rees, I. (2003). 3-Session Change Programme: Intensive Solution-Oriented Brief Therapy. Cardiff: Unpublished Training Manual.
Seligman, L. 2006. Theories of Counseling and Psychotherapy. Columbus, Ohio: Pearson Merril Prentice Hall.
Shazer, S., Dolan, Y., (2007). More than Miracle: The State of Art of Solution-Focused Brief Therapy. New York: Tarcher Penguin.
Swan, K. (2005). A Constructivist Model for Thinking About Learning. Online.
In J.Bourne & J. C. Moore (Eds). Elements of Quality Online Education: Engaging Communities. Needham, MA: Sloan-C.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

makalah asosiasi psikologi

BAB II PEMBAHASAN A.     Tentang Psikologi yang Dipengaruhi oleh ilmu Pengetahuan Alam (Fa’al) : Psikologi ini diterangkan secara kausal,fisiologi dihubungkan oleh psikologi. Psikologi yang Dipengaruhi oleh ilmu Pengetahuan Alam,lahir pada abad 17 yang dimulai dengan lahirnya psikologi asosiasi.Dimana cirri psikologi yang dipengaruhi oleh IPA antara lain [1] 1.       Psikologi Unsur 2.       Bersifat menerangkan secara kausal 3.       Menggunakan metode analis sintesis 4.       Sensualitas (indra) 5.       Kurang memperhatikan aktivitas aku 6.       Bersifat kuantitas. 7.       Mekanistis Jadi Psikologi ini lahir pada tahun 1700-1900. Nah,jadi disini apabila psikologi diatas tahun 1900 bukan psikologi yang dipengaruhi oleh ilmu fa’al,melainkan psikologi modern. B. ...

Sejarah Dakwah Di Asia Tengah, Selatan, India, Pakistan dan Banglades

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Di dunia ini agama yang paling banyak di anut oleh umat manusia setelah agama Kristen yaitu agama Islam. Kita tahu bahwa yang namanya umat Islam tidak hanya di Indonesia saja, akan tetapi di belahan dunia yang lainnya mulai dari dunia bagian barat, timur, utara dan selatan, pasti ada orang-orang yang memeluk agama islam. Sebagaimana yang di ajarkan oleh Nabi Mihammad SAW kepada umatnya, bahwa agama Islam ini adalah agama yang di ridhai olah Allah dan bahkan kita akan selamat di dunia dan di akhirat jika benar-benar kita menjalankan agama Islam. Dengan gagah berani Rasulullah menyebarkan agama Islam ini di tengah-tengah masyarakat jahiliyah yang sangat bengis dan kejam, tapi Rasulullah selalu bersemangat menyebarkan agama Islam ini kepada seluruh umat manusia dan seluruh penjuru dunia. Tadi dikatakan bahwa agama Islam ini untuk seluruh umat manusia maka Allah memerintahkan harus di sebar luaskan ke seluruh umat manus...