ABSTRAK
Phobia
adalah keadaan yang ditimbulkan oloeh rasa ketakutan karena irasional yang
ekstrem atau nyata sekali[1].
Penyebab-penyebab ketakukan dapat mengubah menjadi phobia misalnya suara
Guntur, sinar kilat, hewan-hewan dan lain-lain. Tetapi di sini kami menangani
orang zoophobia. Dimana zoophobia ini
adalah seseorang yang mengalami ketakutan atau kecemasan pada hewan.[2]
Zoophobia ini merupakan penyakit psikologis yang bisa disembuhkan jika ada
upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioristic
adalah teknik yang menerapkan informasi-informasi ilmiah guna menemukan
pemecahan masalah manusia. Sedangkan fungsi konselor hanya membantu saja, agar
penderita atau klien mencapai perubahan yang diinginkan.
Penting
pula di ingat bahwa menghadapi kasus dengan latar belakang ketakutan, maka
pengubahan prilaku dengan cara desentisisasi (desentisization) dengan atau
tanpa membiasakan prilaku sebaliknya. Hal ini merupakan inti dari keberhasilan
penanggulangan prilaku itu.
Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan yang terjadi dari klien
setelah dilakukan konseling.
Subjek
yang diteliti yaitu seorang mahasiswi UIN Sunan Ampel yang bernama: Iim Noerjannah lahir di Tuban,
02 Maret 1994. Dia mengalami ketakutan sama ular dank karena takut sama ular
juga dia takut sama belut.hal ini ditandai dengan suka menjerit dan lari
terbirit-birit ketika menemukan ular.
Melalui
konseling Behavioristik yang penulis lakukan selama 3 kali pertemuan
Alhamdulilah sudah ada sedikit-sedikit perubahan. Bahkan dia meminta kami untuk
menindak lanjuti permasalahnya sampai bisa sembuh total.
Oleh
karena itu konseling behavioral telah mampu membuat perubahan pada penderita
walaupun masih sedikit. Tapi Insya Allah kalu terus di lakukan dengan izin
Allah SWT penderita bisa sembuh.
BAB I
PEMBAHASAN
A.
Identifikasi
Masalah
Iim
Nurjannah adalah seorang yang berawal takut sama ular hingga mengakibatkan dia
takut sama belut. Awal kejadian Iim takut sama ular ketika dia pada waktu itu
usia sekitar 13 tahun, kata Iim saya
baru menginjak kelas dua Tsanawiyah. Awalnya saya sedang membaca buku duduk di
lantai tidak tahunya ada ular dipangkuan saya dan enggak sengaja ular itu kepegang,
semenjak kejadian itu saya takut dengan ular terlebih setelah kejadian tersebut
saya sering menjumpai ular hingga suatu hari telapak kaki saya di patok ular.
Sejak kejadian tersebut kalau saya keluar atau berjalan kaki saya selalu
mencari jalanan yang berbatu, saya takut
lewat jalan yang berumput dan bersemak-semak, rasa takut itu terbawa sampai ke
alam mimpi saya sehingga kalau saya merasa menginjak sesuatu atau ada hewan
lain yang mengganggu saya langsung takut merinding dan berteriak karena fikiran
saya langsung teringat pada sosok ular itu.
Waktu
itu saya sangat ketakutan, menjerit dengan lari terbirit-birit, dan tidak
berani lagi kembali ke tempat kejadian, hingga orang tua saya yang meyakinkan
kalau ular itu benar-benar sudah tidak ada.
Kejadian
itu masih teringat sampai sekarang dan rasa takut itu pun tetap ada, bahkan
saya tidak mau lagi melihat ular karena saya langsung teringat pada waktu dulu.
Dan akibat gara-gara ular itu saya menjadi takut sama belut, karena kepala
belut itu sama dengan ular.
Perasaan
saya sekarang ini masih tetap gelisah, karena takut kejadian itu akan terulang
lagi tanpa saya sadari. Saya ingin menghilangkan rasa ketakutan itu meskipun
sedikit-sedikit, paling tidak saya berani berjalan di rumput dan di
semak-semak, serta bisa bersikap biasakalau melihat atau bertemu dengan ular
lagi.
Pertama
waktu awal kejadian saya tidak di kasih izin untuk melewati jalan yang banyak
rumputnya dan berair untuk jaga-jaga, namun tetap saja orangtua saya menyuruh
untuk bersikap seperti biasanya atau sewajarnya saja dan lebih berhati-hati
lagi. Sedangkan kalau teman-teman saya mereka mau mengerti dan bisa memahami
keadaan saya yang seperti ini. Kejadian itu terjadi di rumah saya dan tepatnya
dikamar tidur saya sendiri.
B.
Analisis
Pada
tahap pengumpulan data, berikut data Mita dan nama orang tuanya.
DATA
IIM NURJANNAH
Nama : Iim Nur Jannah
Tempat
Tgl Lahir : Tuban, 02 Maret 1994
Alamat : Jati sari,
Senari, Tuban
Riwayat
sekolah
SD : SDN. Jati sari
03
MI : MI. Islamiyah
Sunnatunnur
SMP/MTS : MTS. Islamiyah Banat
Sunnatunnur
SMA/MA : MA. Islamiyah Sunnatunnur
Perguruan
Tinggi : UIN Sunan Ampel Surabaya
Fakultas : Ushuludin
Jurusan/
Semester : Perbandingan Agama/ 3
DATA ORANG TUA IIM
Nama
Ayah : Asmuni
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat : Jati sari,
Senori, Tuban
Nama
Ibu : Badi’atun Ni’mah
Alamat : Leran,
Senori, Tuban
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
1. Konseli di lihat dari keadaan fisik.
Kami
menanyakan kepada Iim sendiri, lalu kepada teman-temannya, fisik Iim ini tidak
mengalami gangguan apa-apa. Dia fisiknya sehat tidak ada tanda-tanda mengalami gangguan
mental bahkan Iim orangnya pintar di UIN Sunan Ampel juga dia masuk BIDIK MISI.
Jadi kalau masalah fisik dia itu sehat tidak ada gangguan apa-apa.
2. Konseli
di lihat dari keadaan keluarga
Berdasarkan
penelusuran kami, kondisi keluarga Iim baik sekali, selalu memperhatikan dia
ketika setelah kejadian itu, ini di buktikan dengan kata-kata : Ibu selalu
menyarankan untuk tidaj jalan ke dekat semak-semak. Dan jangan melebih-lebihkan
kejadian itu tapi tetep saja Iim ketakutan kalau melihat ular. Dan masalah
keturunanpun dari dulu sampai sekarang tidak ada yang takut sama ular atau
belut. Hanya Iim saja yang mengalami Pobia ini.
3. Konseli di lihat dari tingkahlaku
social
Iim
itu orangnya suka bergaul dengan
teman-temannya, suka belajar bareng dan teman-temannyapun selalu mengerti dia
yang selalu menjerit ketika ada luar. Yang pasti hubungan Iim dengan
lingkungandia tinggal atau dengan teman-temannya pada baik semua. Begitu juga
dengan teman-temannya tidak ada yang selalu menjaili dia supaya takut sama ular
terus.
C.
Sintesis
Kesimpulan
sementara berdasarkan hasil analisis adalah sebagai berikut :
1. Di lihat dari keadaan fisik
Iin
Noerjannah adalah anak yang mempunyai tubuh normal, dan termasuk anak yang
sehat jasmani, namun kognitifnya sedikit terganggu di tandai dengan takut yang
berlebihan sama ular dan belut.
2. Di lihat dari keadaan keluarga
Iim
adalah anak yang diperhatikan dan diberi kasih sayang oleh orang tuanya.
Keadaan keluarga Iim, tidak ada yang mengalami hal yang sama seperti apa yang
di alami Iim. Jadi bisa di simpulkan ini bukan karena dari faktor Heriditas.
3.
Di lihat dari keadaan tingkah laku sosial
Iim
adalah anak yang mudah beradaptasi dan bergaul dengan lingkungan sekitarnya
yang baik. Begitu respon lingkungan terhadapnya tidak ada unsur-unsur yang
mempengaruhi dia. Jadi bias di simpulkan ini bukan ditimbulkan dari respon
timbal balik dari lingkungan.
D.
Diagnosis
Berdasarkan
dari hasil sintesis diatas, yang menjadi masalah adalah, Iim Noerjannah mengalami
perubahan prilaku dari yang tadinya takut sama ular itu biasa saja, namun
setelah ada kejadian yang menemukan ular di pangkuannya dia menjadi tambah
histeris menjerit-jerit ketika ada ular, bahkan dengan adanya stimulus tersebut
Iim Noerjannah menjadi takut sama belut.
Kami
bisa menyimpulkan dia menjadi seperti itu karena
1. Kognitif Iim
Noerjannah mengalami gangguan. Mengapa demikian? Karena setiap Iim Noerjannah
melewati semak-semak atau daerah tertentu sebelum sampai kepada daerah itu dia
selalu berpikiran dahulu bahwa di tempat itu pasti akan ada ular, dan akhirnya
ketika melewati tempat itu meskipun ada benda yang mirip ular sekalian dia
menyangkanya ular. Jadi langkah kami yang pertama membenahi kognitifnya
terlebih dahulu.
2. Karena
kecemasan yang mendalam ketika mencipkatan situasi dari merespon stimulus yang
dialaminya. Dimana kami disini gambarkan ketika dia waktu menemukan ular di
pangkuannya dan di gigit ular. Sebagaimana yang di katakana Devis Lewis dalam
bukunya “Taklukan Phobia Anda“ bahwa penyebab phobia bisa di jelaskan dengan
konsep SHCI, hal ini di lakukan agar lebih mudah menjelaskan terjadinya phobia.
(S) adalah Stimulus, (C) adalah keCemasan, (H) adalah pengHindaran, (I) adalah Imbalan. Beliau juga memberikan
contoh sebagai berikut, jika seseorang mengalami phobia Shinophobia (ketakutan
pada anjing) binatang anjing adalah pencetusnya atau stimulusnya (S) yang
mengakibatkan keCemasan (C) di tandai dengan perasaan akan pengHindaran (H)
terhadap anjing tersebut dengan menjauhkan diri atau coba menghindari dengan
berlari, hal ini membawanya pada peredaan ketakukan yang memberikan sang phobic
Imbalan (I) yaitu merasa aman dari jangkauan anjing, segala reaksi phobic
berkembang sebagai akibat urutan
pristiwa yang sama, oleh karena itu SHCI melengkapi prangkat pembentukan
penghambat psikologis yang menjadi sumber phobia sehingga seseorang mengalami
ketakutan yang cenderung menetap.
E.
Prognosis
Berdasarkan
hasil diagnosis diatas, maka langkah awal yang harus dilakukan oleh konselor
adalah :
1. Mengadakan
konseling kepada klien yang bersangkutan.
2. Meyakinkan
dirinya, bahwa prilaku yang sekarang ini bisa di rubah serta membari keyakina pula atas perubahan
tingkahlaku tersebut. Mengapa demikian? Karena yang akan kami terapkan adalah
teori Behavioristik dimana teori ini merupakan teori perubahan prilaku, baik
yang menekan pada aspek fisiologis, prilaku, maupun kognitif. Bahkan kalau
menurut Nata Wijaya menyatakan bahwa terapi behavioral ini dapat menangani
masalah prilaku mulai dari kegagalan individu untuk belajar merespon secara
adaptif, sampai mengatasi gejala neurosis.[3]
3. Menjelaskan
kepada klien bahwa hal yang dilakukannya bukan saja menghambat aktivitas
kehidupannya akan tetapi orang lain juga termasuk.
4. Memberikan
contoh model seseorang yang sembuh dari phobia ular, atau yang di kenal dengan
teori Pembentukan Prilaku Model, atau social modeling[4]
5. Setelah
itu, kita melakukan pemberian Reinforcement, yakni mendorong klien untuk
berprilaku yang rasional dan logis dengan jalan memberikan rewed (perhatian,
hadiah, dan sebagainya) dan punishment (teguran, atau pemberian akibat dari
yang telah di lakukannya).
6. Live
Model, dengan menggambarkan prilaku prilaku tertentu khususnya situasi-situasi
interpersonal dalam membentuk percakapan social, interaksi dengan teman dan
memecahkan masalah[5]
.
F.
Treatment
Berikut
hasil wawancara kami dengan konseli
Pertemuan Pertama
Peneliti
: Assalamualaikum Selamat pagi
mbak, mbak namanya siapa?
Klien : Waalaikumussalam…pagi, saya Iim
Nurjannah.
Peneliti
: Mbak orang mana?
Klien : Saya dari Tuban.
Peneliti
: Mbak disini kuliah fakultas
apa?
Klien : Saya fakultas Ushuludin jurusan
Perbandingan Agama masih semester 3.
Peneliti : Oh.. Mbak katanya mempunyai
ketakutan yang mendalam sama ular kenapa kok seperti itu?
Klien : Itu awalnya saya pernah
dikejutkan oleh ular. Pada waktu itu lagi musim hujan dan rumah
saya di desa dekat dengan sawah-sawah dan semak-semak. Waktu itu saya lagi baca
buku di kamar tanpa saya sadari ada ular di pangkuan saya, tadinya saya masih
biasa saja membaca buku kemudian nggak
sengaja ular itu ke pegang dan reflek saya langsung menjerit sambil lari
terbirit-birit menghampiri orang tua saya, dari situ saya nggak berani lagi
masuk ke kamar sampai akhirnya orang tua saya memastikan sendiri kalau ular
tersebut sudah tidak ada. Dari kejadian itu saya mulai takut dengan ular dan
sejak itu juga saya sering menjumpai ular ketika jalan atau berangkat ke
sekolah dan setiap saya melewati jalan yang banyak rumputnya pasti pikiran saya
bakalan ada ular, bahkan akibat dari kejadian itu sampai kebawa dalam mimpi
saya juga, kemudian semenjak kejadian itu saya nggak berani melewati jalan yang
semak-semak atau berlumpur, setiap saya keluar ,saya selalu memilih jalan yang
berbatu, pokoknya saya menghindari jalanan yang becek dan berumput dan sampai
sekarang kalu saya melihat ular langsung berteriak dan lari terbirit birit.
Peneliti : Bagaimana tanggapan orangtua mbak
ketika itu?
Klien :Orang tua saya menanggapinya
biasa saja, Cuma selalu menasehati saya kalau pergi keluar tidak boleh lewat
jalan yang bersemak-semak.
Peneliti : Waktu kejadian itu ularnya besar
apa kecil mbak, terus warna ular itu apa?
Klien : Ularnya kecil, masih anak ular,
warnanya itu hitam agak ke coklat-an.
Peneliti : Apa yang mbak takutkan dari ular
tersebut?
Klien : Saya paling takut dengan kepalanya,
selain itu karena bentuknya yang panjag dan empuk membuat saya geli kalu
melihatnya.
Peneliti : Kenapa mbak takut sama kepalanya?
Klien : Karena saya nggak sengaja
pernah menginjak ular kemudian saya langsung di patok, dan saya juga pernah
lihat waktu di jalan ada ular yang kepalanya melebar seperti sudah siap melawan
mangsa. Dan sejak itu juga setiap saya menginjak sesuatu yang mengganjal di
kaki, saya takut dan menjerit karena prasaan saya itu ular.
Peneliti :Terus bagaimana kalau misalnya mbak
memiliki anak yang masih balita dan ketika itu mbak lagi di dapur atau lagi
aktivitas kemudian setelah mbak kembali ada ular di samping anak mbak, apa yang
akan mbak lakukan, langsung mengambil anak mbak denagn melawan rasa takut itu
atau memilih pergi mencari bantuan?
Klien : Saya memilih pergi mencari
bantuan, karena saya takut.
Peneliti
:Mbak padahal ular itu
sebenarnya takut loh sama manusia. Karena kita yang kaget duluan jadi mengira
ular itu tidak takut sama kita.
Klien
:Masa? Ular kan bias
menggigit dan beracun lagi.
Peneliti : Iya Mbak, tapi coba kalau mbak
bersikap tenang, mbak bias ambil dulu anak mbak karena kalau menunggu orang
lain malah anak mbak bias-bisa di patuk ular.
Klien
: Iya juga sih. Terus saya
harus bagai mana?
Peneliti : Saran kami, mbak harus tenang saja
jangan tegang dan jangan membuat ular kaget, pasti mbak bias mengantisifasi
diri mbak ketika ada ancaman dari ular. Ini saya ada video orang yang tidak
takut sama ular mau lihat?
Klien :Boleh tapi dari jauh saja ya?
Peneliti : Iya silahkan Mkab.
Peneliti :Bagaimana prasaan Mbak setelah
omong-omongan dengan kami? Apakah sudah ada perubahan?
Klien : Lumayan sudah ada perubahan
sedikit-sedikit saya menjadi ada motivasi baru lagi untuk merubah prilaku saya,
Trimakasih ya!!!
Peneliti : Sama-Sama, hari ini di cukupkan
sekian ya Mbak.
Dari
wawancara pertama kami teliti prilakunya, dia memang takut sekali yang namanya
Ular, melihat dalam video juga kelihatannya bergemetar, dan sekali-kali
mengucapkan Ihhhhh seperti orang yang ada ancaman di dekatnya. Kami bermaksud
melanjutkan lagi ke pertemuan selanjutnya.
Wawancara Kedua
Peneliti : Assalamualaikum Mbak, gimana
kabarnya?
Klien : Wassalam, Alhamdulillah baik.
Peneliti : Selain ular apa lagi yang anda
takutkan?
Klien : Selain ular, saya takut dengan
kadal dan belut. Karena bentuk kepalanya yang sama dan bentuk badan serta sisik
nya yang menyerupai ular.
Peneliti : Kenapa mbak takut sama belut dan
kadal, kan bentuk dan warna nya berbeda?
Klien : Memang bentuknya berbeda, tapi
bentuk kepalanya sama, makanya saya takut dengan belut dan kadal.
Peneliti : Terus bagaimana kalau misalnya saya
bawakan belut, apa mbak berani melihat dan memegang nya?
Klien : Kalau belut InsyaAllah saya
berani yang penting tidak di hadirkan ular.
Peneliti : Baik, berarti mbak setuju kalau
saya bawakan belut pada pertemuan berikutnya?
Klien : Iya saya setuju, cuma belutnya
yang kecil saja, karena yang besar saya takut.
Peneliti : Apa yang membuat anda mau untuk
melakukan terapi ini?
Klien : Karena saya ingin sembuh, setelah
anda menanyakan bagaimana kalau nanti ketika anak saya lagi bermain tiba-tiba
ada ular? Lalu saya jawab akan mencari orang terlebih dahulu saya jadi berpikir untuk terus berusaha
merubah prilaku saya dan kalau saya tidak mau saya tidak sembuh-sembuh.
Disini
kami tidak mencantumkan semua hasil wawancara pertemuan ke dua kalinya, tapi
setelah kami beri motivasi dan masukan-masukan rupanya masalah kognitifnya
sudah lumayan membaik.
Setelah
kurang lebih satu jam kami bercengkrama dan memberi pengertian kepada klien dia
menyatakan bahwa rasa takut yang di alaminya sedikit berkurang dari sebelumnya,
klien juga mengatakan bahwa setelah pertemuan ini dia memiliki semangat dan
motivasi untuk sembuh dari rasa takutnya.
Pertemuan ke Tiga
Di
pertemuan ke dua ini sesuai dengan perjanjian di pertemuan pertama kami
memmbawakan belut untuk klien untuk mengurangi rasa takutnya terhadap ular,
kami memilih membawakan belut karena klien juga mengatakan bahwa dia takut sama
belut.
Peneliti : Assalamualaikum, sudah siap mbak
dengan uji memegang belutnya?
Klien : Insya Allah. Tapi bukan
ularkan?
Peneliti : Bukanlah mbak, kemaren kita sudah
menyetujui untuk belut saja. Coba ya lihat saja dulu belutnya yuk!
Klien : Baik saya akan mencoba
Peneliti : Waduh ko besar belutnya saya takut,
iihhhh apalagi itu sama warnanya seperti ular yang dulu. Tidak mau ahh.
Peneliti
:Ayo mbak pasti bias, lihat saja
dulu dari kejauhan
Klien : Tetep saya takut Mas.
Peneliti : Lihat Mbak nih, Ami, Rutik, Vivi
juga berani megang belut masa Mbak tidak? Mereka jugakan perempuan?
Klien : Baik lah saya akan coba,
Kami
tidak menuliskan semuanya lagi percakapan itu, tapi Bukti viodeo juga ada.
Pada
pertemuan kali ini kami secara perlahan memperlihatkan belut kepada klien,
memang pada awalnya klien sempat menjerit histeris dan menjauh setelah melihat
keberadaan belut tersebut, akan tetapi tidak lama kemudian pelan-pelan klien mulai mau mendekati, melihat agak lama
memegang sedikit-sedikit kemudian berani memegang dalam ember dan sampai
akhirnya klien berhasil memegang dan mengangkat belut tersebut sampai ke atas
ember selama beberapa detik. Kali ini klien terlihat serius untuk ingin sembuh,
ia berusaha melawan rasa takut ketika melihat dan harus memegang belut
tersebut, meskipun masih terlihat sedikit ragu untuk melewatinya namun klien
tetap berupaya untuk bisa meraihnya. Klien ini melakukan tanpa ada paksaan dari
kami tetapi klien ini bersedia sendiri
untuk terapi ini.
Setelah
pertemuan yang ke tiga ini, klien menyatakan bahwa rasa takut yang di alaminya
itu semakin berekurang, dan lebih baik dari yang sebelum nya.
Kami
berkeinginan membawa klien ke Kebun Binatang Surabaya. Tapi Kliennya keburu
libur kuliah dan pulang kerumah. Karena fakultas Ushuluding liburnya mulai tgl
3 Januari 2014. Jadi Isya Allah kalau ada umur panjang kami akan melakukan
trapi lagi setelah masuk lagi kuliah nanti.
G. Follow Up
Dari
hasil proses konseling di atas yang melalui pendekatan Kognitif, Belajar
Operan, Imitativ Learning, Emotional Learning, nampaknya sudah ada perubahan
prilaku yang di harapkan oleh Klien meskipun belum 100%. Tapi sejauh ini kami
simpulkan sudah ada perubahan
Kemudian
untuk mengantisipasi perasaan itu timbul lagi dan agar tidak terulang kembali, selanjutnya kami
akan tetap menjalin komunikasi yang baik terhadap orang tua dan konseli.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk menghapus, atau menghilangkan tingkah laku maladaptif
(masalah) serta preventive mengantisifasi diri klien. Dan digantikan dengan
tingkah laku baru yaitu tingkah laku adaptif yang di inginkan klien. Tingkah
laku yang ingin dituju adalah secara bertahap klien dapat mengantisifasi dirinya
terlebih sampai keluarganya ketika ada ular tanpa di bantu oleh siapapun yang
sekiranya mampu dikerjakan oleh dirinya.
Manfaat
penelitian ini adalah:
1. Sebagai
penambah khazanah pengetahuan di bidang
Teori Konseling yang berguna bagi mahasiswa, psikolog, kalangan akademisi dan
pihak-pihak terkait.
2. Sebagai
syarat bagi kami untuk memahami Teori Konseling terutama Teori Behavioristik
serta kelulusan mata kuliah yang di damping oleh Drs. H. Syarif Thayib, S.Ag.
M,Si di Jurusan Bimbingan Konseling Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Sunan Ampel, Surabaya.
[1]
Dharmojono, Kapita Selekta Kedokteran Hewan,
(Jakarta: Pustaka Populer Obor, 2002) hal 91
[2]
Adi W. Gunawan, Hypnotherapy the Art of Subconscious
Restructuring, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009) hal, 76
[3] Sahudi Sirajd, Pengantar Bimbingan dan Konseling,
(Surabaya, 2012) hal 164
[4]
Jhon McLeod, PENGANTAR KONSELING: TEORI DAN STUDI KASUS
(Jakarta: Kencana, 2006) hal 145
[5]
Winkel&Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di INSTITUSI Pendidikan
(Yogjakarta: Media Abadi, 2004) hal 425
Komentar
Posting Komentar