Langsung ke konten utama

MAKALAH JUAL-BELI

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Jual-Beli
Jual beli atau perdagangan dalam istilah fiqh disebut al-ba’i yang menurut etimologi berarti menjual atau mengganti. Wahbah al-Zuhaily mengartikannya secara Bahasa dengan “menukar sesuatu dengan yang lain”.[1] Kata al-ba’i dalam Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yaitu kata al-syira’ (beli). Dengan demikian, kata al-ba’i berarti jual, tetapi sekaligus berarti beli.
Secara terminologi, terdapat beberapa definisi jual beli yang dikemukakan para ulama fiqh, sekalipun subtansi dan tujuan masing-masing definisi sama. Sayyid Sabiq, mendefinisikan dengan:


“Jual beli ialah pertukaran harta dengan harta atas dasar saling merelakan”. Atau, “memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan”.
Dari pengertiannya Sayyid Sabiq dapat diambil empat kata kunci yaitu, “harta”, “milik”, ganti”, dan “dapat dibenarkan”. Dari kata kunci “harta” ini dimaksudkan harta dalam definisi di atas yaitu segala yang dimiliki dan bermanfaat, maka dikecualikan yang bukan milik dan tidak bermanfaat; yang dimaksud milik agar dapat dibedakan dengan yang bukan milik; yang dimaksud dengan ganti agar dapat dibedakan dengan hibah (pemberian); sedangkan yang dimaksud dapat dibenarkan agar dapat dibedakan dengan jual beli yang terlarang.
Sedangkan definisi menurut ulama Hanafi yang yang dikutip oleh Wahbah al-Zuhaily, jual beli adalah:



“ Saling tukar harta dengan harta melalui cara tertentu”. Atau, “tukar-menukar sesuatu yang diinginkan dengan yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat”.
Dalam definisi ini terkandung pengertian “cara yang khusus” yang dimaksudkan ulama Hanafiyah dengan kata kunci tersebut adalah melalui ijab Kabul, atau juga boleh melalui saling memberikan barang dengan harga dari penjual dan pembeli. Disamping itu harta yang diperjual-belikan harus bermanfaat bagi manusia, sehingga bangkai, minuman keras, dan darah tidak termasuk diperboleh jual belikan, karena benda-benda itu tidak bermanfaat bagi muslim. Apabila barang-barang tersebut masih tetap diperjual-belikan, menurut ulama Hanafiyah, jual-belinya tidak sah.
       Ada lagi yang memberi definisi lain mengenai arti jual-beli, seperti yang di kemukakan oleh Ibn Qudamah (salah seorang ulama Malikiyah), jual beli adalah:

        “Saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan milik dan pemilik”.
        Dalam definisi ini ditekankan kata “milik dan pemilik”, karena ada juga tukar-menukar harta yang sifatnya tidak harus dimiliki, seperti sewa-mwnyewa (al-ijarah).
         Adapun menurut Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah, bahwa jual-beli (al-ba’i) yaitu tukar-menukar harta dengan harta pula dalam bentuk pemindahan milik dan kepemilikan. Dan menurut pasal 20 ayat 2 Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah, ba’i adalah jual beli antara benda dan benda, atau pertukaran antara benda dengan uang.[2]
        Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka pada intinya jual-beli itu adalah tukar menukar barang. Hal ini telah dipraktekan oleh masyarakat primitive ketika uang belum digunakan sebagai alat tukar menukar barang, yaitu dengan system barter yang didalam terminologi fiqh disebut dengan ba’i al-muqayyadah.
B.     Dasar Hukum Jual Beli
             Jual Beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama umat manusia mempunyai landasan yang kuat dalam al-Qur’an dan sunah Rasulullah saw. Terdapat beberapa ayat al-Qur’an dan sunah Rasulullah saw. Yang berbicara tentang jual beli, antara lain:
1.      Surat al-Baqarah ayat 275:[3]
275. Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
2.      Surat an-Nisa ayat 29
029. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Dasar hukum Jual Beli berdasarkan sunah Rasulullah, antara lain:
1.      Hadis yang diriwayatkan oleh Rifa,ah Ibn Rafi’;


“Rasulullah saw. Ditanya salah seorang sahabat mengenai pekerjaan (profesi) apa yang paling baik? Rasulullah saw, menjawab: Usaha tangan manusia sendiri dan setiap jual beli yang diberkati” (HR.Al-Bazzar dan Al-Hakim)
2.      Hadis yang diriwayatken al-Tirmizi, Rasulullah saw bersabda:


“Pedagang yang jujur dan terpercaya sejajar (tempatnya di surga) dengan para nabi, shaddiqin, dan syuhada”.  
C.    Rukun dan Syarat Jual Beli
            Jual Beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga jual beli itu dapat dikatakan sah oleh syara’[4].
Rukun jual beli ada empat, yaitu:
1.      Pelaku transaksi, yaitu penjual dan pembeli.
2.      Objek transaksi, barang.
3.      Akad transaksi, (shighat) yaitu segala tindakan yang dilakukan kedua belah pihak yang menunjukan mereka sedang melakukan transaksi, baik tindakan itu berbentuk kata-kata maupun perbuatan.
4.      Ada nilai tukar pengganti barang
           Syarat sahnya jual beli suatu jual belitiadk sah bila tidak terpenuhi dalam suatu akad tujuh syarat, yaitu:
1.      Saling rela antara kedua belah pihak. Kerelaan antara kedua belah pihak untuk melakukan transaksi syarat mutlak keabsahannya, berdasarkan firman Allah dalam QS. An-Nisaa 29 dan Hadis Nabi Riwayat Ibnu Majah: “Jual beli haruslah atas dasar kerelaan (suka sama suka).”
2.       Pelaku akad adalah orang yang dibolehkan melakukan akad, yaitu orang yang telah balig, berakal, dan mengerti.
3.      Harta yang menjadi objek transaksi telah dimiliki sebelumnya oleh kedua pihak
4.       Objek transaksi adalah barang yang dibolehkan agama.
5.      Objek transaksi adalah barang yang biasa diserahterimakan.
6.      Objek jual beli diketahui oleh kedua belah pihak saat akad. Maka tidak sah menjual barang yang tidak jelas.
7.      Harga harus jelas saat transaksi. Maka tidak sah jual beli di mana penjual mengatakan: “Aku jual mobil ini kepadamu dengan harga yang akan kita sepakati nantinya.” Hal ini berdasarkan Hadis Riwayat Muslim tersebut.

D.    Manfaat dan Hikmah Jual Beli
1.      Manfaat jual beli:
a.       Jual beli dapat menata struktur kehidupan ekonomi masyarakat yang menghargai hak milik orang lain.[5]
b.      Penjual dan pembeli dapat memenuhi kebutuhannya atas dasar kerelaan atau suka sama suka.
c.       Masing-masing pihak merasa puas.
d.      Dapat menjauhkan diri dari memakan atau memiliki barang yang haram (batil).
e.       Penjual dan pembeli mendapat rahmat dari Allah swt.
f.       Menumbuhkan ketentraman dan kebahagiaan.
2.      Hikmah Jual Beli
            Hikmah jual beli dalam garis besarnya sebagai berikut:
Allah swt. Mensyariatkan jual beli sebagai pemberian keluangan dan keleluasaan kepada hamba-hamba-nya, karena semua manusia secara pribadi mempunyai kebutuhan berupa sandang, pangan, dan papan. Kebutuhan seperti ini tak pernah putus selama manusia masih hidup. Tak seorang pun dapat memenuhi hajat hidupnya sendiri, karena itu manusia dituntut berhubungan satu sama lainnya. Dalam hubungan ini, taka ada satu hal pun yang lebih sempurna daripada saling tukar, di mana seseorang memberikan apa yang ia miliki untuk kemudian ia memperoleh sesuatu yang berguna dari orang lain sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
Jadi pada intinya hikmah adanya jual-beli adalah dapat memudahkan urusan dan kebutuhan orang lain.

E.     Bentuk-Bentuk Jual Beli yang Dilarang
             Jual beli yang dilarang terbagi dua: pertama, jual beli yang dilarang dan hukumannya tidak sah (batal), yaitu jual beli yang tidak memenuhi syarat dan rukunnya. Kedua, jual beli yang hukumnya sah tetapi dilarang, yaitu jual beli yang telah memenuhi syarat dan rukunnya, tetapi ada beberapa faktor yang menghalangi kebolehan proses jual beli.[6]
1.       Jual beli terlarang karena tidak memenuhi syarat dan rukun. Bentuk jual beli yang termasik kedalam katagori ini sebagai berikut:
a.        Jual beli yang zatnya haram, najis, atau tidak boleh diperjual belikan. Contohnya seperti babi, berhala, bangkai, dan khamar. Rasulullah bersabda
Artinya: “Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan memakan sesuatu maka Dia mengharamkan juga memperjual belikannya”. (HR. Abu Daud dan Ahmad).
b.      Jual beli yang belum jelas
Sesuatu yang bersifat spekulatif atau samar-samar haram untuk diperjual-belikannya, karena dapat merugukan salah satu pihak, baik penjual, maupun pembeli. Yang dimaksud dengan samar-samar adalah tidak jelas, baik barangnya, harganya, kadarnya, masa pembayarannya, maupun ketidak jelasan yang lainnya. Misalnya: Jual beli buah-buahan yang belum tampak hasilnya, jual beli barang yang belum tampak.
c.       jual beli yang ijab kabulnya dikaitkan dengan syarat-syarat tertentu yang tidak ada kaitannya jual beli atau ada unsur-unsur merugikan yang dilarang oleh agama. Misalnya: “baik, mobil mu akan ku beli 450 juta dengan syarat anak perawanmu harus menjadi istri ku”.
d.       Jual beli yang menimbulkan kemudaratan. Misalnya: jual beli patung, salib, buku-buku bacaan porno.
e.        Jual beli yang dilarang karena dianiyaya. Misalnya: menjual anak binatang yang masih menyusu kepada ibunya.
f.       Jual beli muhaqalah, yaitu menjual tanam-tanaman yang masih hijau (belum pantas dipanen) seperti: menjual rambutan yang masih hijau.[7]
g.       Jual beli mulamasah, yaitu jual beli secara sentuh menyentuh. Misalnya, seorang menyentuh sehelai kain dengan tangannya di waktu malam atau siang hari, maka orang yang menyentuh berarti telah membeli kain itu.
h.      Jual beli munabadzah. Yaitu jual beli secara lempar-melempar. Seperti seorang berkata “lemparkan kepada ku apa yang ada padamu, nanti kulemparkan pula kepadamu apa yang ada padaku”.
i.        Jual beli muzabanah, yaitu menjual buah yang basah dengan buah yang kering. Seperti menjual padi kering dengan bayaran padi basah sedang ukurannya dengan ditimbang sehingga akan merugikan pemilik padi kering.
2.      Jual beli terlarang karena ada faktor lain yang merugikan pihak-pihak terkait.[8]
a.       Jual beli dari orang yang masih tawar menawar.
b.      Jual beli dengan menghadang  dagangan di luar kota/pasar.
c.       Membeli barang dengan memborong untuk di timbun.
d.      Jual beli barang rampasan atau curian.























BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
           Setelah kita mengetahui beberapa hal yang berkaitan dengan jual-beli, maka dapat di tarik kesimpulan bahwa dalam melakukan jual beli tersebut tidak di lakukan begitu saja, akan tetapi ada ketentuan-ketentuan tertentu yang harus kita ketahui dan jalankan, agar ketika kita melakukan jual-beli tidak hanya mendapat keuntungan saja akan tetapi bernilai ibadah dalam meraihnya. Dan nanti di akhirat, pedagang yang selalu menjalankan syariat Islam akan di kumpulkan dengan orang-orang yang saleh.
           Jual beli ini pada intinya tidak hanya menguntungkan urusan kita, akan tetapi dengan kita melakukan jual beli, itu akan memudahkan urusan kita dan urusan orang lain pula.
B.     Saran
             Dikala kita menjadi seorang pedagang, jadilah pedagang yang jujur sebagai mana yang di ajarkan oleh Rasulullah kepada kita. Janagan menjadi pedagang yang suka berbohong demi mendapatkan keuntungan yang banyak. Oleh karena itu mari kita perdalam lagi masalah jual-beli ini dengan mempelajari beberapa referensi lain untuk menambah wawasan kita dalam memahaminya.







DAFTAR PUSTAKA
  Ismail Nawawi, Fiqh Mu’amalah, (Jakarta: CV Dwiputra Pustaka Jaya, 2010) hal 138
Abdul Rahman G, Ghufran Ihsan, Sapiudin Shidiq, Fiqih Muamalat, (Jakarta: Kencana Perdana Media Group, 2010) hal 67
Mardani, FIQIH Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana Perdana Media Group, 2012)  hal 103
 Hendi Suhendi, Fiqh Mu;amalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2005)
Melvi Yendra, Mira Rainayati, Ensiklopedia Anak-anak Muslim, (Bandung: PT. Grasindo, 2007




[1] Abdul Rahman G, Ghufran Ihsan, Sapiudin Shidiq, Fiqih Muamalat, (Jakarta: Kencana Perdana Media Group, 2010) hal 67
[2] Ibid hal 70
[3] Mardani, FIQIH Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana Perdana Media Group, 2012)  hal 103
[4] Hendi Suhendi, Fiqh Mu;amalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2005) hal 70-71
[5] Melvi Yendra, Mira Rainayati, Ensiklopedia Anak-anak Muslim, (Bandung: PT. Grasindo, 2007) hal 35
[6] Abdul Rahman G, Ghufran Ihsan, Sapiudin Shidiq, Fiqih Muamalat, (Jakarta: Kencana Perdana Media Group, 2010) hal 85
[7] Ismail Nawawi, Fiqh Mu’amalah, (Jakarta: CV Dwiputra Pustaka Jaya, 2010) hal 138
[8] Ibid, 87


Komentar

Postingan populer dari blog ini

KONSELING SFBT

A.     Nama Pendekatan Konseling Berfokus Solusi biasanya dikenal dengan nama (SFBT). SFBT merupakan salah satu pendekatan konseling dan psikoterapi yang dipengaruhi oleh pemikiran postmodern. Dalam beberapa literatur pendekatan SFBT juga disebut sebagai Terapi Konstruktivis ( Constructivist Therapy ), ada pula yang menyebutnya dengan Terapi Berfokus Solusi ( Solution Focused Therapy ), selain itu juga disebut Konseling Singkat Berfokus Solusi ( Solution Focused Brief Counseling ) dari semua sebutan untuk SFBT sejatinya semuanya merupakan pendekatan yang didasari oleh filosofi postmodern sebagai landasan konseptual pendekatan-pendekatan tersebut. Pada tahun 1980-an dan 1990-an, Steve de Shazer, Insoo Kim Berg, Bill O'Hanlon, dan Michele Weiner-Davis juga memberikan kontribusi penting untuk SFBT. Namun  Solution Focused Brief Therapy  (SFBT) pertama kali dipelopori oleh Insoo Kim Berg dan Steve de Shazer. Keduanya adalah direktur eksekutif dan peneliti sen...

makalah asosiasi psikologi

BAB II PEMBAHASAN A.     Tentang Psikologi yang Dipengaruhi oleh ilmu Pengetahuan Alam (Fa’al) : Psikologi ini diterangkan secara kausal,fisiologi dihubungkan oleh psikologi. Psikologi yang Dipengaruhi oleh ilmu Pengetahuan Alam,lahir pada abad 17 yang dimulai dengan lahirnya psikologi asosiasi.Dimana cirri psikologi yang dipengaruhi oleh IPA antara lain [1] 1.       Psikologi Unsur 2.       Bersifat menerangkan secara kausal 3.       Menggunakan metode analis sintesis 4.       Sensualitas (indra) 5.       Kurang memperhatikan aktivitas aku 6.       Bersifat kuantitas. 7.       Mekanistis Jadi Psikologi ini lahir pada tahun 1700-1900. Nah,jadi disini apabila psikologi diatas tahun 1900 bukan psikologi yang dipengaruhi oleh ilmu fa’al,melainkan psikologi modern. B. ...

Sejarah Dakwah Di Asia Tengah, Selatan, India, Pakistan dan Banglades

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Di dunia ini agama yang paling banyak di anut oleh umat manusia setelah agama Kristen yaitu agama Islam. Kita tahu bahwa yang namanya umat Islam tidak hanya di Indonesia saja, akan tetapi di belahan dunia yang lainnya mulai dari dunia bagian barat, timur, utara dan selatan, pasti ada orang-orang yang memeluk agama islam. Sebagaimana yang di ajarkan oleh Nabi Mihammad SAW kepada umatnya, bahwa agama Islam ini adalah agama yang di ridhai olah Allah dan bahkan kita akan selamat di dunia dan di akhirat jika benar-benar kita menjalankan agama Islam. Dengan gagah berani Rasulullah menyebarkan agama Islam ini di tengah-tengah masyarakat jahiliyah yang sangat bengis dan kejam, tapi Rasulullah selalu bersemangat menyebarkan agama Islam ini kepada seluruh umat manusia dan seluruh penjuru dunia. Tadi dikatakan bahwa agama Islam ini untuk seluruh umat manusia maka Allah memerintahkan harus di sebar luaskan ke seluruh umat manus...